Annyeong! Gue kembali lagi dengan serentetan kalimat absurd ciptaan otak miring gue! Ini dia part 6 yang gue tulis setelah try out SBMPTN yang sangat menyebalkan #curhatdikitya. Semoga ceritanya bisa bikin kalian, para readers, terhibur ya.
Don't forget to vote and comment ya, gue nggak ragu kalian bisa melakukannya sendiri! Huaaa!
Selamat menyelam dalam cerita gue!
PS: Jangan lupa visit wattpad gue yaaa!
***
Tale as old as time. True as it can be
Barely even friends. Then somebody bends
Unexpectedly
Just a little change. Small, to say the least
Both a little scared. Neither one prepared
Beauty and the beast
Ever just the same. Ever a surprise
Ever as before. Ever just as sure
As the sun will rise
***
Selain lagunya Queen yang Love of My Life, gue juga suka lagu-lagunya Celine Dion. Dari semua lagu yang pernah Celine Dion nyanyikan, gue paling suka sama Beauty and The Beast. Gue selalu menyukai lagu yang dinyanyiin Celine Dion dan Peabo Bryson satu ini, entah berapa kali dalam sehari gue memutar lagu ini di iPod gue, yang pasti gue nggak pernah bosen dengerin lagu yang so touching ini. Gue nggak tahu siapa pastinya penulis lagu ini, tapi kalau gue bisa ketemu sama orang tersebut, gue bakal langsung minta dibuatkan lagu khusus buat gue. Ini lagunya beneran keren banget gitu.
Just like this evening. Gue baru aja selesai mandi lima belas menit yang lalu, handuk masih bertengger di rambut gue yang basah. Dan gue masih saja dengerin lagu itu untuk yang ketiga kalinya sambil ngerjain tugas fisika. Pegel juga, ya, ngerjain tugas fisika yang gue nggak ngerti ini bakalan selesai kapan, habis tugasnya banyak banget. Bayangkan lo dikasih tugas 50 soal dan lo harus ngerjain dengan caranya di kertas folio, satu lagi, ditumpuk dua hari setelah tugasnya dikasih. Mampus nggak tuh lo? Kalau gue sih, cuma mengibarkan bendera putih aja. Enggak, deng, gue masih mengerjakannya kok, tapi nyicil dikit-dikit gitu. Gila aja ini soal nggak ada yang bisa dikerjain dalam semenit.
Gue butuh bantuan om jin yang kayak diiklan rokok gitu, yang dia bakal beri gue tiga permintaan. Seneng banget gue kalau ada orang yang macem om jin gitu, gue bakal langsung minta dia buat ngerjain soal-soal ini sementara gue ngeliatin doang.
Love of my life, you've hurt me. You've broken my heart, and now you leave me.
Ponsel gue bergoyang-goyang, eh salah, bergetar. Mengalunkan lagu kebangsaan kerajaan mimpi gue, Love of my life-nya Queen. Guess who! Yep. Si tukan sontek tugas gue, Luna.
"Napa, Lun?" Ada gerumelan nggak jelas di sebrang sana. Bisa gue tebak, Luna lagi ngedumel sendiri karena kesal.
"Bete gue. Jalan, yuk!"
Gue nggak ngerti deh, itu anak kenapa nggak pernah mau tetep diem di rumah sambil ngerjain tugas yang nggak pernah habis. Kan perginya bisa kalau weekend gitu sih. Jakarta, kan, rada sepi kalau hari minggu gitu.
"Kerjain dulu kek tugas lo! Main mulu pikirannya!" Awas aja kalau alesan Mamanya lagi PMS.
"Bete. Mama lagi P-" Belum selesai itu anak nyebutin singkatan dari syndromenya perempuan kalau mau dapet, gue udah motong duluan. Udah hafal setiap hurufnya malah.
"Oke, gue ngerti alesan andalan lo. Ya udah, entar jam tujuh gue jemput."
Terdengar suara sorakan Luna yang norak, cukup bikin hasrat gue untuk nutup sambungan telepon secepatnya. Hiihhh, gemes gue lama-lama sama anak kecil satu itu, pingin gue tendang gitu sampe ke Madagascar, biar hidup sama hewan-hewan kecil berbulu yang sampai sekarang gue nggak tahu nama mereka itu apa.
Tapi tunggu, kenapa gue harus ngerelain tugas gue yang harus gue tumpuk besok demi Luna yang paling-paling besok ngerengek minta pinjem buku gue? Oh ide brilian, gue butuh lo sekarang demi tugas gue yang ultra-urgent ini. Gue butuh nama yang oke buat gue telpon dan minta itu orang buat nemenin Luna jalan. But, who?
Gue scroll phone book gue selama semenit dengan kecepatan penuh pada jempol gue. Sambil mencari nama yang pas buat jadi 'date' Luna malem ini, gue memutar otak mencari alasan buat bohong sama Luna. 'Lun, Mama gue minta ditemenin di rumah. Nggak ada siapa-siapa soalnya?' Norak. 'Perut gue mules nih! Besokan aja ya jalannya?' Gue yakin Luna langsung bilang 'Bohong lo busuk banget, nyet!'. Jadi gue harus bilang apa ke Luna, dia udah terlanjur tahu semua alesan yang pernah gue pakai, secerdik apapun gue (Padahal gue masih kalah cerdik dari kancil).
"Bilang aja gue ngajak lo ke kondangannya sepupu gue!" Eh, suara makhluk halus apa tuh? Perasaan gue nggak pernah denger suara makhluk halus seseksi itu, terlebih kamar gue nggak pernah ada yang nunggu selain gue.
Gue berbalik dan menemukan makhluk halus (maksud gue makhluk yang kulitnya halus) yang tampan banget!
"Bikin kaget aja!" Lalu gue mendengus. Sebenernya nggak kesal, cuma geli sendiri aja gitu gue berpikiran seperti barusan. Sebagai balasan dengusan gue, Dio tersenyum muanisssss banget, nggak ada asem asinnya sama sekali deh!
Gue menatap Dio yang sekarang udah duduk di pinggiran tempat tidur gue.
Dia beda banget malam ini. Oh ya, pasti Dio beda banget dengan setelah jas abu-abu muda dan kemeja warna hitam polos di dalamnya. Model rambutnya masih seperti biasa, cuma lebih rapi aja. Parfum Benneton seri cold-nya menguar di hidung gue. Lemes gue, lemes. He's look delicious, man!
"Rapi banget lo. Mau kemana?" Kata gue sambil memutar kursi belajar biar menghadap ke Dio. "Kan, gue tadi udah bilang." Gue mengernyit nggak paham. Kapan dia bilang kemana dia mau per........
"Oh! Kondangan sepupu lo?" Dio mengangguk. Gue paham sekarang.
"Ganti baju gih! Dandan yang cantik juga. Gue nggak mau pasangan gue ke kondangan tampilnya lusuh gitu." Kata Dio sambil menunjuk gue, lebih tepatnya baju yang gue kenakan sekarang.
Ini gue kayaknya nggak pernah denger dia ngajakin pergi ke kondangan sepupunya ya, kok tiba-tiba ini hari udah nongol di kamar gue kayak hantu dengan pakaian rapi begitu, langsung nyuruh gue ganti baju dan dandan lagi. Emang super ngeribetin bener. Kan niat gue mau ngerjain tugas yang belum kelar. AAARRGGGHH!!
"Buruan!"
Tunggu! Gue, kan, masih berstatus waiting list, kenapa dia nggak pergi sama pacar pura-puranya itu, kan lebih cantik dari pada gue, dandan juga pasti lebih expert dari gue, body jangan ditanya, lebih bohai dari gue jauuuhhh.
"Lo pergi sama Julia aja, gih! Gue mau ngerjain tugas." Gue nggak mau terlalu lama menatap sosok tinggi dan berotot itu, bikin gue makin nervous nih! Jadi gue memutuskan untuk berbalik dan kembali mengerjakan tugas yang masih delapan nomor lagi. Emang tinggal dikit dan bisa aja gue kerjain ntar tengah malem sih.
"Gue maunya lo yang nemenin." Gue nggak salah denger nih? Gue pingin meyakinkan hal itu dengan bertanya ke Dio, tapi gue kan udah bilang kalau gue nggak mau terus-terusan natap sosok tampan di belakang gue yang sekarang sudah berdiri di samping gue.
Wait.
WHAT?
"Ap.. Apa lo kata ba.. barusan?" Gue beneran nervous ini, sampe gue jadi kayak Aziz Gagap gini.
"Udah buruan ganti gaun yang bagus, tapi jangan terlalu terbuka ya! Gue nggak suka liat lo pakai gaun-gaun yang minim bahan." Oh, Dio, lo berhasil membuat perut gue penuh dengan bulu angsa yang menggelitik dan bikin gue terbang ke langit ke tiga (gue nggak mau terbang terlalu tinggi coy, takut sakit kalau jatuh).
Tangannya sekarang beranjak dari saku celananya dan menuntun gue ke arah lemari. Sedangkan gue masih get lost in his eyes gitu deh. Dio membuka lemari tiga pintu gue, mencari gaun. Ini yang punya kamar siapa ya, kok main buka barang orang aja sih?
"Nih! Lo pakai ini aja!" Dio menyodorkan sebuah gaun berwarna abu-abu berlengan pendek yang kerahnya lebar, sedikit memperlihatkan bahu gue kalau dipakai, dan potongan half circle pada rok selututnya yang bermotif garis-garis abu-abu-putih. Ternyata selera Dio nggak buruk-buruk amat ya. Gaun ini Mama yang beliin sewaktu di Singapore (Katanya sih lagi sale gitu jadi dibeliin deh buat gue).
Nggak butuh waktu lama buat gue siap sedia di bawah, sementara Dio lagi nonton kartun anime kesukaannya. Ada Mama Papa juga ternyata di sana.
Gue nggak bisa mengartikan tatapan semua orang itu ketika gue turun dari kamar. Mereka diam saja melihat gue yang sedang kesusahan turun dengan wedges shoes putih yang nggak terlalu tinggi sih, karena nggak kebiasaan aja kali. Gue nggak ngerti deh, emang ada yang salah dengan dandanan gue? Terlalu biasa, kah, mengingat gue cuma memoleskan bedak, eye liner, dan lip gloss warna bibir, oh ya, dan rambut gue cuma gue cepol dengan sumpit rambut warna perak berbandul.
"Jelek ya?" Suara gue kayaknya berhasil bikin semuanya sadar deh.
Dio menggeleng pelan.
"Nggak. Lo cantik banget!" Ah si ganteng ini, bikin gue tersipu aja deh. Gue yakin seribu persen kalau pipi gue udah jadi kayak tomat mateng gitu. Uhhhh!
"Wah, ternyata Gea bisa jadi cewek tulen gini ya?" Kata Mama sambil menatap Papa. Aduh ini bapak dan ibu berdua kayak nggak pernah kenal sama anak sendiri sih?!
"Gea emang cewek tulen, Ma." Sedikit sewot deh gue jadinya. Ah, biarin aja.
"So, Ge. Should we?" Woahh! Dio membungkukkan sedikit badannya sambil mengulurkan tangan kanannya, tangan kirinya ditaruh di belakang punggun. Udah kayak pangeran-pangeran di negri dongeng aja sih. Uwh, bikingue dag-dig-dug gini. Gue meletakkan telapak tangan kanan gue di tangannya. Gue udah siap, boo! Diajak nikah juga siap kok, asal sama Dio. Hahahah!
***
"Lun, sorry ya, gue dipaksa Dio buat nemenin dia ke kondangan sepupunya nih! Gue minta Jodi nemenin lo gimana?" Gue baru aja ngabarin Luna setelah gue dan Dio berada di perjalanan pas lagi macet lagi. Luna mencak-mencak tak karuan disebrang sana, tapi setelah denger nama Jodi gue sebut, langsung bungkam tu anak. "Kalo Jodi aja langsung mingkem! Huu!"
Dio terkekeh denger kalimat gue barusan. Yah, dia juga tau kali, kalau Luna ngebet banget sama temennya satu itu. Nggak salah lagi, Jodi juga tertarik (pakai banget) sama Luna yang katanya imut abis kayak barbie. Untuk yang terakhir, gue nggak setuju sama Jodi!
"Lun, gue pinjem Geanya dulu ya! Lo ngabrit aja sana sama Jodi. Gue udah bilang ke dia suruh nemenin lo." Kata Dio waktu gue mendekatkan ponsel gue ke wajahnya (udah gue loudspeaker, btw). Luna nggak lagi ngedumel sendiri setelah yang ngomong itu Dio. Ya iyalah, Luna pasti percaya sama cowok satu ini yang nggak punya track record ngebohongin cewek.
"Iya deh. Have fun deh kalian! Pulang-pulang jangan sampe bawain Jodi keponakan aja seh!" WHAT THE H! Gue nggak habis pikir sama Luna, bisa-bisanya dia ngomong kayak gitu, mana Dio malah nanggepin lagi. "Kalau gue kelepasan, relakan ya!" HELL!
Gue malu setengah hidup! Becanda sih boleh, tapi kalau bahan becandaannya gue, gue nggak terima nih! "Bisa-bisanya lo ngomong gitu! Awas lo besok, mati ditangan gue!" Kata gue untuk terakhir kalinya sebelum menutup sambungan telepon.
"Lo apa-apaan sih?!"
"Apa?" Gue memutar tubuh hingga menghadap Dio yang lagi asik-asiknya merhatiin kemacetan di depan kami.
"Nggak lucu tau becandanya!" Gue nggak sepenuhnya kesal kok, cuma malunya udah sampai ke ubun-ubun nih. Eh, malah si Dionya ketawa ngakak puas banget di samping gue.
TIINN!
"Eh, kepencet, kan, klaksonnya. Lo sih bikin orang ketawa mulu!"
"Kok malah gue yang disalahin, sih?!" Kayaknya bibir gue udah manyun-manyun jelek banget gitu deh saking keselnya gue. Ya Tuhan, kenapa gue suka sama cowok macam gini sih? Ini malapetaka besar!
Gue menolak ngomong sama Dio sampai di gedung resepsi sepupunya.
"Ih, udah dong ngambeknya. Jelek tau!" Rayu aja terus sampe gue kenyang sama gombalan lo, Di. Sebel gue!
"Serah! Gue mau cari es krim!"
"Loh, loh, salaman dulu sama pengantinnya, habis itu baru cari es krim ya?" Euh, kalau bukan karna sopan santun, gue udah menolak mentah-mentah ide Dio yang udah kayak stereotype semua orang. Dan demi cari es krim bareng Dio juga sih. Ehehe, gue masih modus juga ternyata.
***
Gue duduk meluruskan kaki di taman di depan gedung. Untung banget gue ya ke kondangan yang tempatnya di deket taman, jadi bisa keluyuran gitu. Di tangan gue ada sebuah cup berisi es krim green tea, disamping gue udah teronggok dua cup kosong bekas es krim. Jangan kaget ya, itu es krim udah gue habisin.
"Lo makan es krim kayak makan cemilan tau nggak, lahap banget." Kata Dio yang duduk di kiri gue sambil terkekeh. Yup, kita berdua kabur dengan bawa empat cup es krim, yang tiga buat gue, yang satu jatahnya Dio.
"Biarin, suka-suka gue. Lagian kan tadi masih banyak." Gue kembali menjejalakan sesendok es krim dengan giatnya, diikuti gumaman 'hmm'. It's so yummy! Tapi masih kalah yummy sama gelatho yang sering gue beli di Parsley. Tapi buat ukuran kondangan gini, ini udah enak banget.
Gue menatap Dio sejenak dengan mata ayam gue. Ih, ini anak udah gede tapi makannya kayak anak seumuran sama Lola. Celemotan gitu. Jadi gatel deh tangan gue buat ngelap. Uwh, harusnya yang makan belepotan, kan, cewek, terus ntar si cowok ngelap nodanya pake ibu jarinya, terus ntar ciuman deh.
LOH! GUE MIKIR APA SIH! Kok mikirnya jorok gitu! Hush! Hush!
"Eum.. Di, itu.." Gue nggak tau harus ngomongnya gimana. Jujur aja, ada gejolak anek, gelenyir-gelenyir perut gue, pingin ngelap langsung gitu. Huh! Tahan, Ge, tahan! Lo nggak boleh agresif gitu, Ge!
"Apa?" Dio mentap gue heran.
Gue hanya menunjuk-nunjuk bawah bibirnya.
"Apa?"
"Itu di bibir lo." Dia bukannya ngelap nodanya malah senyum gitu. Jangan-jangan ini anak mikir yang macem-macem lagi.
"Itu ada es krim di bawah bibir lo." Tambah gue, biar Dio nggak mikir yang aneh-aneh.
"Oh." Akhirnya dia ngelap deh itu noda. AHAHAHAH! Mati kutu lo, Di!
Gue pingin ketawa sekenceng-kencengnya, guys! Itu loh, wajahnya, padam gitu, kayak habis disiram air panas! Lucu banget, deh, pingin gue peluk deh jadinya. Uw! Tapi karena nggak tega juga kalau gue ketawain, akhirnya gue cuma senyum lebar (gue lagi bertahan biar suara gue nggak kelepasan).
"Ehm, Ge." Gue menoleh dengan cepat. Kayaknya refleks gue bagus kalau Dio yang manggil deh. Gue nggak menjawab, cuma menatap aja, dan gue yakin dia pasti udah tau arti tatapan gue.
"Gue nggak tahan lagi. Gue.. Gue..."
Gue nggak tahan juga lo ngomong diputus-putus gitu, Dio sayang! Mana kayak orang kebelet pipis gitu lagi mukanya. HAHAHAHA!
"Gue suka sama lo!"
Mati deh gue! Jantung gue soalnya langsung berhenti seketika. Ah ya masa gue kena jantung koroner, yang ada serangan jantung. Gue nggak bisa menghisap oksigen dengan benar nih, dan karbon dioksidanya malah mampet di trakhea. Gue panik setengah idup, sayang!
"Gue nggak peduli sama permainan itu. Gue sayang sama lo." Lanjutnya.
"S.. Sejak kapan?" Tangan gue gemeteran sama keringat dingin nih! Aduh, Dio!
"Sejak," Jeda sebentar. "Nggak tau. Tau-tau gue udah sayang banget sama lo." Gue bingung, oh Mama. Gue harus ngomong apa sekarang aja gue nggak ngerti. Gue harus ngomong juga kalau gue suka sama dia, tapi suara gue kayak salah lewat saluran keluarnya dan malah ilang.
Gue lost is space, terus ditabrak meteor, kesangkut di cincin esnya saturnus!
"Veux-tu être ma petite amie?"
Eh, apa? Gue nggak paham tadi dia ngomong apaan nih. "Pardon me, Di?" Sejenak dia menghela napas, kayak takut-takut gimana gitu.
"Ge, lo mau nggak jadi cewek gue?
Iya! Iya! Iya!
Ya ampun, suara gue kemana sih ini? Cuma mau bilang iya aja susahnya setengah mati. Akhirnya gue cuma mengangguk lemah. Lemah banget sih gue, kayak nggak pernah ditembak cowok yang lo suka aja sih! Eh, emang gue nggak pernah ditembak cowok yang gue suka. Karena sejak dulu (lupa sejak kapan juga yang pasti pas udah SMA, karena sampe SMP juga gue nggak pernah pacaran. Ini memalukan!) gue sukanya sama Dio. Ehehe
Gue merasakan tangan Dio menggenggam tangan gue yang basah. Euh, pasti jijik banget tu Dio.
Eh, eh, kok wajahnya mendekat gitu?
Dia mau ngapain? Ya ampun! Gue pasrah, Ya Tuhan! Mau dicium juga boleh deh, walaupun gue masih kecil gini. Jadi gue cuma merem aja deh.
.
.
.
.
"Ada daun di rambut lo."
Gue
Pingin
Bunuh
Anak
Ini
Sekarang
Juga!
"DIOOOOOO!!!!"
"AHAHAHAHAHAH!"
"Jangan lari lo! Sini lo! Bikin malu gue aja sih!" Dio masih berlari sambil ketawa puas banget. Puas ngetawain gue banget. Gue udah nggak bisa nahan malu lagi kalau gini caranya. Harga diri gue, maafkan gue!
Dio kampret! Tapi gue sayang, ding!
Hoahh! Akhirnya gue bisa menyelesaikan part 6 nya. Akhirnya mereka berdua jadian. Yeay! Tapi belum selesai lhoooo.. masih ada lanjutannya. Ehehe, mungkin beberapa part lagi (gue nggak yakin cuma tiga atau empat part lagi. Mungkin banyak) Maaf kan gue ya, ternyata idenya lagi banyak nih. Dan, bakalan agak lama juga bikinnya, secara gue masih belajar (Kan gue belum resmi diterima di univ manapun :" sedih idup gue).
Ini part pasti nggak sempurna, dan pasti ada bagian yang lo-lo pada nggak suka, kan? So, buat membuat part-part setelah ini lebih bagus, gue mohon comment ya ya :" (karena selama ini baru dikir juga yang baca)
Jangan lupa vote jugaa! :D
Thanks for read my story, guys! Tunggu part selanjutnya yaaaa.. 143! :*
0 comments:
Post a Comment